6.15.2009

surat cinta

SURAT BUAT TEMAN DESAKU YANG DI KOTA
Kampung Kasih, 26 November 2007
Kepada
Kekasihku
Di penghujung malam

Selamat pagi…!!!
Bersama dengan secarik kertas yang aku dapatkan di tong sampah pinggiran toko kota Semarang, ketika aku mencari mu, walau akhirnya aku harus kehilanganmu. Setidaknya aku kabarkan, bahwa aku di kampung sehat-sehat saja. Aku harap sedemikian dengan dirimu adanya.
Kasih! di dikampung kita tidaklah seperti dulu. Kampung yang dulu dimana kita sering tertawa selepas mencuri mangga milik pak haji Amin. Kini semua telah kelu, membisu tak ada lagi yang keluar di malam hari untuk menembangkan syair bapak pucung kala bulan purnama memanjakan mata dan hati kita yang lelah di siang hari yang penuh aktifitas. Semua penduduk pun telah tenggelam dalam dunianya masing-masing di depan kotak hitam yang menjadi Tuhan baru yang mereka tempatkan pada tempat paling utama yaitu televisi. Kalaulah dulu selepas kita bersama-sama sholat berjamaah maghrib di surau yang berdinding anyam bambu dengan sarung kumal, kita selalu mengantri untuk belajar ngaji dan berteriak alif, ba serempak bersama lik Udin. Tapi kini apa! Anak-anak sekarang lebih senang menenteng kotak hitam play station daripada kotak kitab Al-Qur’an.
Telaga di ujung desa yang biasa kita mandi selepas pulang sekolah kini telah di beli orang kota untuk pengairan mereka, bahkan kini para penduduk harus membayar secara rutin tiap bulan untuk sekedar menikmati. Kini telaga itu tidaklah bisa untuk mandi dan menyelam atau sekedar ceciblon. Oh ya!! Kemarin pas hari lebaran anaknya lilk Darmi yang sudah menjadi orang kota pulang untuk menengok keadaan keluarganya datang. Dia datang dengan menggunakan mobil. Kata Pakde dan Simbah “itu lho Ratman sudah jadi orang”. Aku bertanya berarti selama ini aku tidak jadi orang ya Mbah!! Semoga Tuhan masih mengngamggapku bagian dari manusia. Yu Darmi dan lik Karjo tak habis-habisnya membusakan mulutnya untuk menceritakan anaknya yang telah menjadi orang menurut mereka.
Ratman yang dulu selalu diam tidak pernah mau bergaul dengan kita kini sudah pulang dengan membawa barang-barang yang aku sendiri tidak tahu apa namanya karena terlalu sulit, habisnya pakai bahasa inggris. Setidaknya setelah itu yang aku ketahui para penduduk ikut-ikutan untuk membelinya. Tak peduli mereka mampu apa tidak yang penting bisa “jadi orang” seperti Ratman. Yah, mereka rela mengutang kepada orang untuk bisa “menjadi orang” ya!!! Tadi syaratnya harus memiliki seperti apa yang dimiliki Ratman, seperti televisi, mobil trus play station motor dan banyak lagi. Yah! Yang penting aku jadi bingung. Ternyata “jadi orang” itu mudah ya? Cukup dengan memiliki mobil dan barang elektronik “jadilah orang”. Kini sapi-sapi sudah pada pensiun. Mereka tidak lagi menarik pedati yang biasa antar kita ke sekolah di dekat pasar Bulu.
Kalau pagi anak-anak berangkat sekolah dengan diantar sepeda motor, ya! setidaknya mirip orang kota sedikit biar mirip di sinetron-sinetron gitu kata mereka. Padahal kita dulu berjalan menyusuri pematang sambil berlari bercanda untuk berangkat sekolah dengan menenteng sepatu di leher. Sampai kadang telat karena kita keasyikan bercanda. Di strap guru saat seluruh kaki masih penuh Lumpur sawah. Setelah pulang kita saling tunggu untuk pulang bareng dan kita biasanya tidak langsung pulang tetapi kita menuju sungai Krasak untuk mandi bersama setelah itu mengendap-endap makan timun dari sawah mbah Sri dan kita akan lari terbirit-birit ketika konangan kang Kasmi yang lari mengejar kita dengan mengacungkan arit.
Oh yak aku lupa hal yang pokok. Ibu kita sakit, katanya sakit demam. Padahal dokter-dokter sudah di datangkan, bahkan kemarin kang Karjo membawa dukun dari desa-desa seberang, tapi kok aneh! Ga sembuh-sembuh. Setelah sebulan aku tanya, ternyata sakit tersebut hanya bisa terobati dengan kepulanganmu untuk sekedar, mengicipi telur dadar dan pisang goreng masakan ibu. Aku jadi tambah tidak tenang ternyata nenek juga kena serangan jantung gara-gara tetangga sebelah menyetel musik rock yang kencang dengan sound system yang mahal. Tapi nenek enggan di bawa ke rumah sakit katanya dia bakal sembuh kalau dia mendengar gamelan gending jawa. Kami disini ya jelas bingung karena obat-obat tersebut sulit di cari. Dirimu kini sudah ilang dan berganti status menjadi orang kopta dan enggan menjadi orang kampung lagi. Mungkin juga sudah lupa dengan makanan kebanggan kita, ketela goreng. Trus untuk mendengar gamélan gending jawa tidak mungkin lagi. Mana ada sekarang yang bisa musik jawa kalau musik pop mungkin bisa. Wah aneh ko!!.
Kasih!! Sudah dulu ya!? Aku harus tidur karena besok aku harus nyangkul sawah dan ngluku dengan kerbau warisan dari simbah Lanang. Setidaknya bagiku cukup untuk sekedar makan dan menembel desaku. Seandainya ada kau di sampingku mungkin kita bisa mbangun deso dan mengajarkan gamelan dan tari jawa. Aku benar-benar rindu dengan gemulai tari dan suara serulingmu yang menemani tidurku. Apa kau ingat cublak-cublak sueng. Ah sudahlah kau kini sudah jadi orang kota. Ya, tapi disini kami dengan segala kerinduan menerimamu jika kamu tersingkir dari kota yang kejam tak kenal kebersamaan.
Mohon maaf kalau ada kata yang salah. Mungkin aku akan menulis surat lagi jika aku kangen bersamamu dan aku kesepian di desaku sendiri. Matur nuwun.

Selamat malam menjelang pagi


Dari sedulurmu



Banyu Hening


agung banyu
www.maribermain.com
www.andriyoeasyfa@gmail.com

Tidak ada komentar: