6.14.2009

artikel

MENGARTIKULASIKAN PEMIKIRAN GUS DUR

A. PENDAHULUAN
Abdurrahman Wahid yang akrab dipanggil Gus Dur menjabat Presiden RI ke-4 mulai 20 Oktober 1999 hingga 24 Juli 2001. Dari perkawinannya dengan Sinta Nuriyah, mereka dikarunia empat orang anak, yaitu Alissa Qotrunnada Munawaroh, Zannuba Arifah Chafsoh, Annita Hayatunnufus, dan Inayah Wulandari .
Sejak masa kanak-kanak, Gus Dur mempunyai kegemaran membaca dan rajin memanfaatkan perpustakaan pribadi ayahnya. Selain itu beliau juga aktif berkunjung keperpustakaan umum di Jakarta. Pada usia belasan tahun Gus Dur telah akrab dengan berbagai majalah, surat kabar, novel dan buku-buku. Di samping membaca, beliau juga hobi bermain bola, catur dan musik.
Masa remaja Gus Dur sebagian besar dihabiskan di Yogyakarta dan Tegalrejo. Di dua tempat inilah pengembangan ilmu pengetahuan mulai meningkat. Masa berikutnya, Gus Dur tinggal di Jombang, di pesantren Tambak Beras, sampai kemudian melanjutkan studinya di Mesir. Sebelum berangkat ke Mesir, pamannya telah melamarkan seorang gadis untuknya, yaitu Sinta Nuriyah anak Haji Muh. Sakur. Perkawinannya dilaksanakan ketika Gus Dur berada di Mesir. Sepulang dari pengembaraannya mencari ilmu, Gus Dur kembali ke Jombang dan memilih menjadi guru. Pada tahun 1971, beliau bergabung di Fakultas Ushuludin Universitas Tebu Ireng Jombang. Tiga tahun kemudian beliau menjadi sekretaris Pesantren Tebu Ireng, dan pada tahun yang sama Gus Dur mulai menjadi penulis. Beliau kembali menekuni bakatnya sebagaii penulis dan kolumnis. Lewat tulisan-tulisan tersebut gagasan pemikiran Gus Dur mulai mendapat perhatian banyak.
Pada tahun 1974 Gus Dur diminta pamannya, K.H. Yusuf Hasyim untuk membantu di Pesantren Tebu Ireng Jombang dengan menjadi sekretaris. Dari sini Gus Dur mulai sering mendapatkan undangan menjadi nara sumber pada sejumlah forum diskusi keagamaan dan kepesantrenan, baik di dalam maupun luar negeri. Selanjutnya Gus Dur terlibat dalam kegiatan LSM. Pada tahun 1979 Gus Dur pindah ke Jakarta. Mula-mula beliau merintis Pesantren Ciganjur. Sementara pada awal tahun 1980 Gus Dur dipercaya sebagai wakil katib syuriah PBNU.
Pada tahun 1984 Gus Dur dipilih secara aklamasi oleh sebuah tim ahl hall wa al-`aqdi yang diketuai K.H. As`ad Syamsul Arifin untuk menduduki jabatan ketua umum PBNU pada muktamar ke-27 di Situbondo. Jabatan tersebut kembali dikukuhkan pada muktamar ke-28 di pesantren Krapyak Yogyakarta (1989), dan muktamar di Cipasung Jawa Barat (1994). Jabatan ketua umum PBNU kemudian di lepas ketika Gus Dur menjabat presiden RI ke-4. Selama menjadi presiden, tidak sedikit pemikiran Gus Dur kontroversial. Seringkali pendapatnya berbeda dari pendapat banyak orang.

B. LATAR BELAKANG KULTURAL
Abdurahman Wahid lahir pada hari ke empat bulan sya’ban bulan ke delapan menurut penanggalan Islam. Atau tanggal 4 sya’ban 1940 yang sebenarnya tanggal 7 september. Beliau dilahirkan di Denanyar, dekat kota Jombang, Jawa Timur, dalam pesantren milik kakek dari pihak ibunya, kyai Bisri Syansuri. Kayi Bisri Syamsuri dan Kyai Hasyim Asy’ari sangat di segani di kalangan N.U, karena peran mereka dalam mendirikan N.U. Hasyim As’ari adalah kakek dari pihak ayah.
Ayah Gus Dur bernama Wahid Hasyim putera Kiai Hasyim As’ari dan ibunya bernama Solichah puteri dari Kiai Bisri Syansuri. Nama asli Gus Dur sendiri adalah Abdurahman Ad-Dakhil, yang artinya Abdurahman sang penakluk. adik-adik nya yaitu Aisyah (juni 1941), kemudian Salahudin (september 1942), Umar (januari 1944).Tahun 1954 Dia menamatkan sekolah dasar dan masuk SMEP (sekolah menengah ekonomi pertama).
Setelah meninggal suaminya Solichah menggantikan peran suaminya dengan meneruskan tradisi debat bebas dalam keluarganya dan mendorong anak-anaknya untuk gemar membaca. Ini bisa di lihat dari kegemaran Solichah sendiri dalam membaca walaupun dia tidak menamatkan pendidikan formal nya ke jenjang yang lebih tinggi. Gus Dur muda selalu membawa buku kemana saja dia pergi, bila tidak menemukan referensi dia diizinkan untuk membeli buku bekas di pasar.
Dari kegemaran nya membaca dia tidak hanya membaca hal-hal yang bersifat keagamaan ataupun melakukan kegiatan budaya yang bersangkutan dengan keagamaan. Hampir setahun kegiatannya dihabiskan untuk menonton film. Ia seorang remaja yang menggandrungi film dan mengapresiasikan secara serius. Selain itu juga suka menonton pertunjukan wayang kulit kemudian dia juga sangat menyukai sastra picisan karena baginya ini sangat penting bagi kehidupannya. Ia sangat menyenangi cerita-cerita silat dari cina, baik dari penulis Indonesia maupun dari terjemahan. Dalam cerita silat Cina terdapat unsur falsafah cina dalam cerita itu yang kemudian mempengaruhi cara berfikir nya.
Sebagai seorang remaja Gus Dur sangat menyukai kisah-kisah yang berkaitan dengan perang dunia ke-2, dan orang-orang yang terlibat dalam perang tersebut. Kemudian ia mengembangkan minat nya dalam politik Amerika. Ia gemar sekali membaca biografi Presiden-presiden Amerika.
Gus Dur muda mulai memasuki dua macam dunia bacaan: pikiran sosial Eropa dan novel-novel besar Inggris. Dia mulai membaca teori-teori besar sosial Eropa baik dalam bahasa Indonesia maupun Inggris bahkan dalam bahasa Perancis dan Belanda. Membaca dan memahami pemikiran Plato dan Aristotelels.. bergulat memahami das kapital Karl Marx dan what is to be done Lenin. Ia jug tertarik pada ide lain tentang keterlibatan sosial secara radikal seperti infatile communisme dan little red book-Mao. Ia sangat tertarik dengan sisi sufistik dan mistik dari kebudayaan Islam tradisional dan membiasakan diri ziarah ke makam-makam untuk berdoa dan bermeditasi pada tengah malam.

C. LATAR BELAKANG PENDIDIKAN
Pada 1954 Ia dikirimkan ke Yogyakarta untuk melanjutkan sekolahnya di SMP. Dia berdiam di rumah seorang teman ayahnya yang bernama Kiai Junaidi, beliau merupakan ulama Muhamadiyah anggota Majlis Tarjih dan Dewan Penasehat Agama Muhammadiyah. Untuk melengkapi pendidikan Gus Dur maka ia dikirim untuk pergi ke pesantren Al-Munawwir di krapyak tiga kali seminggu. Dia belajar bahasa Arab pada Kiai Haji Ali Ma’shum yang terkenal egaliter dan bergaul bebas pada siapa pun. Tahun 1957 menamatkan SMEP, kemudian dilanjutkan belajar di pesantren Tegalrejo Magelang.ia belajar pada Kiai Khudhori.. pada saat yang sama Ia juga belajar paruh waktu di pesantren Denanyar Jombang di bawah bimbingan Kakek nya Kiai Bisri Syansuri. Pada tahun 1959 Ia pindah ke Jombang belajar secara penuh di pesantren Tambak Beras di bawah bimbingan Kiai Wahab Chasbullah. Ia belajar sampai tahun 1963, selam itu selalu berhubungan dengan Kiai Bisri Syansuri. Selama tahun pertamanya di mendapat dorongan untuk mengajar di tambak beras di madrasah modern dan menjadi kepala sekolah. Sejak akhir tahun 1950-an hingga 1963 dia mengalami konsolidasi dalam studi formalnya tentang islam dan sastra arab klasik. Dia menggabungkan stud keislaman dengan pendekatan yang sama sekali lain terhadap ilmu dan pemahaman.

D. ISLAM TRADISIONAL DAN ISLAM MODERN
Memahami Gus Dur harus memahami dunia keagamaan yang di alaminya, karena Gus Dur sendiri di kenal liberal.dan yang mempunyai komitmen terhadap sikapnya. Dengan memahami dunia dimana tempat Gus Dur pernah tinggal dan berinteraksi langsung adalah hal yang tepat untuk menganalisis tokoh dengan segala pemikirannya. Gus Dur yang lahir di dunia Islam tradisionalis akan tetapi dalam pola pendidikan yang di berikan oleh Wahid Hasyim. Yaitu pemikiran ayahnya dalam mendamaikan antara tradisional dan modern. Seperti ketika ayahnya yang cenderung dekat dengan para tokoh nasionalis. Menjelang dewasanya Gus Dur tertarik dengan pemikiran Islam radikal. Akan tetapi setelah kembali dari Mesir dia tertatap komitmen dengan pemahaman Islam liberal. Pengaruh pertamanya adalah keluarganya dimana dia selalu di didik bersikap terbuka dan selalu mempertanyakan sesuatu secara intelektual. Yang ke dua ia di besarkan dalam dunia sufistik Islam tradisional Indonesia, yang ketiga ia di pengaruhi oleh orientasi budaya masyarakat Indonesia modern yang cenderung mengarah pada pluralisme dan egalitarianisme. Akhirnya ia sangat di pengaruhi oleh apa yang dibacanya dan di pelajarinya karena keduanya sangat memberikan kesempatan untuk menyitesiskan pemikiran barat modern dengan Islam.
Gus Dur adalah orang Islam yang di besarkan di Islam Jawa yang kental dengan hal-hal spiritual yang dalam hal ini tidak sebatas kehidupan akhirat. Dan dengan penuh kesadaran akan daerah spiritualanya, karena adanya pengaruh pendidikan pesantren ya yang orientasinya mistik. Bisa dilihat dimana dia sering melakukan ritual meditasi tengah malam dan berziarah ke makam -makam. Kemudian dia sering menggunakan istilah-istilah keagamaan yang menggunakan budaya asli. Dia menghormati seni pewayangan beserta isi spiritualnya. Dalam dunia wayang konflik terjadi bukan antara baik dan jahat akan tetapi antara yang kurang baik dan yang lebih baik. Baginya memberi dorongan untuk menghargai perlunya sikap ambivalensi dan toleransi dan berhubungan dengan pemahaman yang bersifat ambivalen dan bertahap mengenai pengembangan spiritual yang menggaris bawahi falsafah pendidikan pesantren. Pra syarat perkembangan pemikiran liberalnya adalah pendidikan islam klasik dan pendidikan islam modern. Tokoh yang sama bergerak dalam pemikiran liberalnya seperti Nurcholis Madjid , dan Johan Effendi. Mereka yang yang menggagas pemabaharuan pemikiran islam yang progresif. Mereka mencoba mengkombinasikan apa-apa yang terbaik dari tradisionalisme dan modernisme untuk menghasilkan sesuatu yang baru dan seseuai yang dapat melampaui batas apa yang terdapat pada modernisme dan tradisonalisme itu.
Menjelang 1982 Gus Dur bekerja sama dengan Ahmad Shadiq seorang kiai senior yang berjiwa pembaharu. Keduanya berpengaruh besar dalam dewan Syuriah. Tahun 1982 Gus Dur di sibukan dengan kampanye PPP untuk membuat oposisi besar terhadap Golkar. Dimana kondisi politisi NU dalam tubuh PPP yang di pimpinan Djaelani Nero memburuk kemudian Soeharto melakukan intervensi politik dengan meminimalisir tokoh Nu yang vokal dalam tubuh PPP. Dalam kampanye Gus Dur sering di tahan polisi sebanyak delapan kali. Akan tetapi setiap di tahan selalu bisa keluar dengan berlindung pada nama ABRI.
Gus Dur ketika bergabung dengan dewan syuriah mengembangkan pemikirannya dengan melakukan kunjungan-kunjungan ke pesantren-pesantren di seluruh Jawa dan basis kekuatan Nu di Sumatera, Jawa dan Kalimantan.
Gus Dur percaya bahwa pancasila adalah kompromi terbaik untuk menyelesaikan masalah sulit antara agama dan negara. Tahun 1970-an sampai 1980-an di menuliskan argumentasinya bahwa sebuah konstitusi yang secara formal menetapkan peran bagi islam dalam negara akan membawa akibat tak menyenangkan bukan hanya kepada muslim abangan akan tetapi kepada muslim santri yang tidak setuju dengan dengan garis resmi keagamaan yang dibuat negara. Ia beralasan bahwa jika negara dilibatkan untuk menjadi juri bagi masalah agama akan berakibat penginjakan kemerdekaan beragama banyak warga negara oleh negara. .
Untuk mewujudkan integritas sosial perlu pemberdayaan masyarakat akan kemandirian intelektual. Sebagaiamana misi agama adalah egalitarianisme. Agama bukan sebuah ajaran yang stag dan membiarkan masyarakat terlarut dalam simbol-simbol dan hanyut dalam retorika keagamaan. Modern bukan berkesan rasionalistis radikal terhadap tradisi, akan tetapi progresif dan obyektif, selain terbuka dari kritikan dan kemandegan kritis. Bukan pula modernisme Islam adalah pada konsep pemurnian kembali dengan merujuk budaya negara lain tanpa mempertimbangkan budaya lokal. Karena hanya melahirkan fanatisme dan disintegrasi yang berujung pelanggaran HAM.

E. KESIMPULAN
Bagi seorang Gus Dur yang semenjak kecil sudah mengenal dan menggeluti tulisan barat, otomatis pemikirannya menekankan pada modernitas tapi pada hakekatnya Gus Dur adalah tokoh yang spiritualis akan tetapi berfikir dan bergerak secara modern dengan tidak mengesampingkan budaya tradisional. Pada dasar yang menjadikan ketidakmampuan membaca gerakan pemikiran dan statement dia karena pijakan Gus Dur adalah seorang yang humanis dan demokratis. Pada prinsipnya untuk membaca seorang tokoh dengan segala maneuver pemikirannya perlu memang kaji lebih mendalam dari latar belakang historis geografis, akademis maupun sosiologis yang membentuk nya. Setidaknya intu yang coba di ungkapkan oleh Greg Barton. Seperti membahas tentang pemikiran Nurcholis Madjid sendiri. Sebuah pemikiran yang progresif terhadap sudut pandang pemikiran islam yang cenderung stag. Dimana penghargaan terhadap keragaman adalah sebuah langkah dalam integritas berkehidupan. Kita lihat hasil konkritnya seperti NU yang sekarang sudah berubah lebih inklusif, hal tersebut merupakan gagasan ayahnya lalu pada diri Gus Dur sendiri menjadi titik tolak berpijak sehingga NU pun bukan berdiri sebagai organisasi massa yang oposan dan eksklusif.
Pemaknaan terhadap sebuah realitas dengan menggunakan logika terbalik adalah langkah dialektis Gus Dur dalam menyikapi berbagai permasalahan untuk sebuah solusi yang jelas arah, sasaran dan obyektif. Sudah merupakan karakter pribadi Gus Dur bila mempunyai kepercayaan diri yang tinggi dengan di terima dalam kemasan humor, bukankah itu merupakan taktik pengolahan psikologis terhadap problem. Karena untuk sebuah perubahan atau katakan lah revolusi butuh waktu yang lama dan perlu kesabaran. Inti dari liberalisme Gus Dur sendiri terletak pada manifestasi pemikiran kritis islam terhadap realitas nyata dengan bersumber pada normatifitas al-qur’an dan sunnah sebagai supremasi hukum. Di karenakan problematika dakwah sekarang adalah kondisi mad’u yang multi kultural, tujuannya adalah pemberdayaan kemandirian secara utuh ummat khususnya dan bangsa Indonesia khususnya.
Sikap konsisten gus dur malah terletak pada inkosistennya, karena terletak pada gagasan, paradigma dan pemikiran yang dibawanya. Sebagai contoh gus dur memandang demolkrasi sebagai sebuah proses, dalam artian sebagai sistem yang tidak pernah sempurna. Sejalan dengan pembrontakannya terhadap otoritarianisme institusional sebagai ukuran adanya sebuah demokrasi.. demokrasi adalah pelaksanaan konkret dengan wilayah operasinya dalam kenyataan kemajemukan masyarakat. Jadi demi sebuah gagasannya dia berani menghancurkan kebekuan kultur yang tercipta oleh sistem tunggal. Dengan mengubah suatu kondisi yang penuh curiga, apriori dan prasangka menjadi hubungan yang terbuka toleran dan empatif.
Pandangan gus dur soal keagamaan berangkat dari kegelisahannya mengenai agama yang dipandang sebagai suplemen dalam kehidupan beragama. Tidak dipandang sebagai proses transformasi sosial yang fungsional, progresif dan memiliki sumbangan yang konkrit dalam perubahan sosial. Karena realitasnya nilai agama telah mengalami erosi dahsyat dalam pembangunan modern. Dengan tidak sadar umat beragama hanya mereduksi universalitas nilai-nilai agama dam simbol ritus-ritus formal semata. Selain daripada agama yang memiliki dimensi keimanan yang sakral dan mutlak juga memiliki dimensi kebudayaan/kultural. Agama memiliki ajaran tunggal dengan memperhatikan latar belakang pemeluknya yang plural. Itulah sekedar wacana pemikiran Gus Dur tentang neomodernisme agama.

Tidak ada komentar: